Puisi - Memoar
Memoar
Ingat,
masihkah kau mengingatnya
cerita
yang kau gantungkan di cemara
yang
pernah kita lewati kala itu
berisi
mimpi dan janji
yang
kini kau tanggalkan sendiri
Ternyata
memang, waktu tak akan pernah kembali
sama
halnya jejak jemari yang dulu pernah kusinggahi
sama
saja, hanya usang dimakan rindu
bahkan
detik ini pun akan segera berlalu
Tapi,
diam
hanya menambah sesak
Kubekukan
setiap cahaya
hanya
itu keabadian yang dimungkinkan
jika
rindu sampai masuk ke ubun-ubun dan menggetarkan setiap memori
hanya
cukup meleburkan cahayanya saja, di titik rindu itu terdeposisi
dan
menetralkannya
Kugenggam
setiap pori kulitmu
hanya
itu sumber kehangatan yang kupikir tak pernah khianat
jika
dingin menyusup dalam celah menganga di hati
dan
membekukan rasa yang kuanyam sendiri dengan tangan penuh guratan sunyi
maka
biarlah rekaman DNA itu bereplikasi
menjadi
sumber kehangatan yang baru sampai hati hilang kekakuannya
Kulepaskan
setiap energi
hanya
itu jalan menerangi untuk yang terakhir kali
jika
sampai habis masa
biarlah
cahaya terakhir itu menjadi saksi
siapa
relatif untuk apa, hingga singularitas menjadi nyata
mengurung
selama waktu masih ada bersama memori dan harap
Sampai
akhirnya kusadari
semua
bisa lenyap atau “terbuang”.
Nararya
Januari
2020

Posting Komentar