Cerpen : Shanti - Si Bunga Tidur
By : Nararya
Rama Bimayana, begitulah nama yang diberikan kedua orang tuaku. Mereka berharap agar aku kelak menjadi pria yang gagah, kuat, dan berani ketika dewasa nanti dan mendapat pasangan yang berparas cantik seperti Rama & Shinta dalam kisah Ramayana. Dikisahkan Sri Rama mendapat pasangan hidup yang luar biasa cantiknya bernama Dewi Shinta. Konon menurut cerita pewayangan cantiknya bak seorang peri kahyangan.
Ketika aku memasuki jenjang SMA, aku mulai belajar sebagaimana
menjadi pria dewasa dengan mengemban amanah dan bertanggung jawab atasnya.
Singkat cerita, aku dipercaya menjadi ketua OSIS dan didampingi oleh wakil-wakil
yang cantik bernama Shanti dan Wulan. Mereka selalu ada ketika aku membutuhkan. Sungguh luar biasa, andai kumiliki salah
satunya, khayalku.
“Hey Rama!” saut Shanti seraya senyum
kepadaku.
“iyaa ada apa Shan?” balasku.
“Kamu sibuk ngga hari ini? Kita pergi
ke mall yuk!” pinta Shanti.
“Hah? Hehe ngga lah aku ngga sibuk,
kapan nih?” jawabku.
“Oke, pulang sekolah aja deh abis sholat,
Aku tunggu di gerbang yah?” jawab Shanti kemudian ia pergi ke kelasnya.
Hatiku mendadak seperti melayang-layang di angkasa, tak
menyangka akan kejadian hari ini sampai-sampai aku ditegur Pak Jana, guruku di
mata pelajaran sosiologi.
“huayoo mikir apaan nih? Awas setan
lewat hahaha,” ledek Pak Janu.
“ee.. eem.. eng.. enggak pak ini ini..
Cuma..” Jawabku gagu.
“hais
udah-udahh, noh jam istirahat udah abis, ayok masuk kelas!” tutup Pak
Janu.
Setelah bel pulang terdengar, aku langsung pergi dari kelas
tanpa piket dulu. “aahh biarlah palingan juga yang lain ngga piket, masa aku
doang” Bisik dalam hati. Aku langsung melepas sepatu dan mengambil air wudhu di
musholah, tapi tak disangka Shanti sedang wudhu juga.
“hey Ram jadi imam gih entar Aku yang
makmum,” pinta Shanti.
“Ha? eh iya iya Shan...” jawabku malu.
Keringat dingin tiba-tiba mengucur di dahi yang sesekali
menetes ketika berubah ke posisi rukuk. Bagaimana tidak, Shanti yang aku suka
jadi makmum di belakangku. “Bener ngga ini Ya Allah? Semoga kelak dia jadi
istriku, hehehe.” Pikiranku tak bisa diam yang parahnya membuat sholatku tidak
khusyuk.
“Shanti, yukk kita pergi!”
Lalu bergesas aku pergi bersama Shanti. Aku salah tingkah di
sepanjang perjalanan berdua ke mall. Karena mallnya cukup dekat dari sekolah
kami, jadi kami memutuskan untuk jalan kaki, beruntung banget cuaca ketika itu sangat
mendukung. Gugup itu yang aku rasakan di sepanjang jalan. Sesekali kupandangi
dia, sungguh luar biasa ciptaan Tuhanku ini. Jilbab yang terurai menutupi
rambut sampai dada menambah kekagumanku padanya.
“Ram kenapa lirik-lirik? Hehe,” tanya
Shanti.
“Eh engga kok hehe, cuma liatin
doang. Kamu cantik pakai jilbab itu” jawabku, lalu ia hanya tersenyum.
Hampir saja ketahuan oleh dia. Entah mengapa aku sangat nyaman
di sampingnya.
“Apa ini cinta?”
Setelah puas jalan berdua dan nonton film kesukaan dia di XXI,
kami memutuskan pulang naik angkot. Entah hanya sekedar kebetulan atau apa, aku
dan dia pulang searah. Jadi, kami pulang bersama.
“Rama, Aku pulang duluan yah
hati-hati di jalan,” Shanti sambil tersenyum manis ke arahku.
Ah, hari ini sungguh ajaib.
Keesokan harinya aku bertemu dia di kantin sekolah.
Sepertinya dia sedang memesan sesuatu di warung Bu Rumijo.
“hay shanti cantik,” kataku dengan
percaya diri.
Aku keceplosan, takut
dia tidak nyaman atas perlakuan ku yang kurang ajar seperti itu. Tapi sungguh mengejutkan,
alih-alih marah dia malah tersipu malu.
“Ah leganya.”
Rupanya seperti dalam kisah ramayana, ada seseorang yang sangat
menyukai Shanti. Di awal aku menyadari kalau aku mencintainya, aku sudah
memutuskan untuk menerima apapun risikonya. Dia adalah Rahwaji, biasa dipanggil
Aji. Salah seorang senior ekskul silat dan putra kedua kepala sekolah kami. Jujur
aku takut terjadi hal-hal yang buruk, tapi karena cintaku yang teramat dalam
pada Shanti, aku memberanikan diri.
“Shan, pulang sekolah, kamu sibuk
ngga? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” kataku.
“Hem boleh deh, kayaknya penting
banget ya” jawab Shanti.
Ketika bel telah berbunyi, aku pergi ke kelas shanti.
“hay Shan!” sautku.
Lalu aku mengajaknya pergi ke aula sekolah, karena di sana
sepi hanya ada Pak Mul yang sedang membersihkan lantai dari sisa kotoran acara
lomba masak tempo hari.
“Shan, Aku mau jujur kalau aku cinta
sama kamu, kamu mau ngga jadi pacarku?” pintaku.
Shanti tertegun beberapa saat “hah??
hem. Tapi aku juga gitu kok Ram, aku juga cinta sama kamu, tapi...,” Dengan
nada lirih menandakan Shanti takut akan sesuatu. “Apa karna Aji itu? Udahlah
jangan takut, mau kan?” kataku. “iya mau Ram” jawab Shanti sambil tersenyum ke
araku. Aku benar-benar tak menyangka akan hal luar biasa ini.
Tiba-tiba
dari arah pintu aula datanglah Rahwaji. Ternyata dia mengikuti dan mengitip
percakapan kami. Dari raut wajahnya, dia seperti kaget dan marah. Lalu dia menghampiriku
dan Shanti dengan gestur khas jagoan. Gemetarlah seluruh badanku, mungkin dia akan
menghajarku habis-habisan. Benar saja, dia mengajak ku bertanding silat. Aku
ragu, tapi untuk Shanti aku rela menerimanya, meski bonyok setidaknya aku sudah
berjuang.
“Heh sini kamu! Udah siap?” katanya.
Lalu aku dan dia bertanding di depan Shanti. Dia memang
pesilat hebat, dua kali pukulan tepat mengenai gigiku, satu pukulannya juga
mengenai mata kananku. Bonyok! Dengan muka bonyok dan hampir kalah, dari
pinggir arena senyum terlukis di wajah Shanti dan aku seketika bangkit menghajar
Rahwaji sampai dia pingsan. Aku mendapat celah untuk menghajar pelipisnya, seketika
dia ambruk. Tapi selang beberapa detik aku pun pingsan karena kehabisan tenaga.
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat mengganggu, suara khas yang aku benci di pagi hari. “Hey rama bangun! udah jam 6 pagi, kamu belum mandi, belum sarapan, mau sekolah jam berapa?” Aku pun terjaga dengan muka kesal dan seketika tersadar kalau semua itu hanya mimpi.

Posting Komentar